Banyak mahasiswa/i yang ingin cepat-cepat lulus dari kuliah. Jika ditanyakan "Mengapa Kamu ingin cepat lulus?" Rata-rata para mahasiswa/i menjawab agar tidak lagi belajar, tugas yang menumpuk membuat pusing kepala, belum lagi ketemu sama dosen yang killer dan pelit nilai. Aduh bisa dibuat pusing tujuh keliling karena stress memikirkan nilainya yang pelit dan resiko mengulang di semester berikutnya.
Belum lagi karena kelas yang berbeda-beda bahkan kadang saking tidak dapet kelas, kita pun harus masuk di kelas sisa. Gak enak banget rasanya di kelas yang tidak kita sukai. Maklum saja para mahasiswa/i seringkali sebelum semester di mulai, akan memilih kelas karena ingin dosen yang baik, tidak pelit nilai, cara penjelasannya nyaman dan mudah dipahami, dan sekelas dengan teman-teman satu gank. Tidak heran jika kita mengenal nama "kelas ideal." Namun jarang juga kan ketemu kelas yang seperti itu bahkan seringkali kita harus berpisah dengan teman-teman se-gank dan mendapatkan dosen yang killer serta pelit nilai.
Belum lagi tugas yang menumpuk menjelang ujian tengah semester (UTS) atau akhir semester (UAS). Bisa-bisa kita bergadang semalaman bahkan bisa dua malam. Maklum saja untuk mengerjakan tugas biasanya prinsip Sistem Kebut Semalem (SKS) yang dipegang teguh. Belum lagi harus menyicil untuk belajar bahan-bahan ujian. Buku-buku yang super tebal dan isinya berbahasa Inggris menambah kemumetan di otak.
Bayangkan saja dalam satu semester kita umumnya mengambil tujuh atau delapan mata kuliah. Setiap mata kuliah ada tugas yang berbeda-beda, buku-buku yang super banyak, dan harus memahami karakter dosen yang berbeda-beda pula. Kalo dipikir-pikir berat juga pengorbanan untuk mendapatkan sebuah lembar kertas yang bertuliskan gelar sarjana.
Ehm... jika dilihat dari cerita di atas, rasanya dunia kampus tuh memusingkan. Ya, karena kita yang membuatnya pusing. Di otak kita cuma ada tugas dan ujian. Mengapa demikian? Kita tidak mencoba menyelami dunia kampus yang sebenarnya. Biasanya kita sering membandingkan dengan anak-anak SMU atau orang yang sudah bekerja.
Di SMU tugas terasa lebih ringan, jika ulangan merah kita bisa memperbaikinya di ulangan-ulangan selanjutnya karena kesempatan memperbaiki nilai sangat besar. Berbeda di kuliah yang lebih sedikit kesempatannnya untuk memperbaiki nilai apalagi presentase UTS da UAS sangat besar. Jika membandingkan dengan para pekerja, seringkali para mahasiwa/i berpendapat enak ya sudah bekerja tidak perlu pusing dengan tugas dan ujian. Lebih enaknya lagi bisa membeli barang-barang kesukaan karena sudah memiliki penghasilan sendiri.
Pikiran membandingkan tersebut seharusnya seminimal mungkin diredam karena kita hanya akan membuat seolah-olah begitu rumitnya dunia kampus. Padahal kalo kita mau menyelaminya dunia kampus lebih dalam kita akan menemukan banyak manfaat untuk masa depan kita.
Di kampus kita mendapatkan teman-teman baru. Teman-teman yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka kita harus berusaha menyelami karakter dari masing-masing teman, belajar untuk mengetahui mana teman yang baik dan tidak. Pemahaman akan karakter seseorang akan terbawa sampai kita di dunia kerja. Kita dapat mengetahui mana orang-orang yang cocok untuk menjadi rekan kerja atau partner bisnis.
Kemudian jika kita mendapatkan dosen yang killer dan pelit nilai, kita juga dapat belajar dari hal ini. Mungkin saja dosen tidak bermaksud killer dan pelit nilai melainkan ia menginginkan para mahasiswa/I belajar dengan keras dan tidak malas. Kita dituntut membuat tugas sebaik mungkin jika menginginkan nilai yang baik pula. Hal ini sangat beralasan karena di dunia kerja kita dituntut untuk bekerja secara professional. Tidak bisa kita bermanja-manja dengan pekerjaan maksudnya yang penting selesai dikerjakan.
Bagimana dengan kita mendapatkan kelas sisa dan berjumpa dengan teman-teman yang asing? Kita pun harus bisa mengambil manfaat positifnya. Mendapatkan kelas sisa berarti memberi kita pelajaran bahwa kita harus siap di situasi apa pun. Kita harus belajar menjadi manusia dewasa yang mandiri. Kita tidak boleh bergantung terhadap hal-hal yang memanjakan seperti bersama teman-teman se-gank, dosen yang baik dan tidak pelit nilai. Karena semua ini akan membuat kita semakin manja dan terlena untuk berada di suasana yang selalu nyaman.
Bermanfaat bukan dunia kampus dengan banyak tugas dan dosen killer serta pelit nilai. Asalkan kita bisa mengambil manfaat dari kemumetan-kemumetan yang ada di kuliah, pasti kita akan dapat menjalaninya dengan senang. Semua itu tentu saja untuk masa depan kita agar menjadi pemuda yang lebih berkualitas bagi diri sendiri, sesama, bangsa dan negara.
Sekian.
Belum lagi karena kelas yang berbeda-beda bahkan kadang saking tidak dapet kelas, kita pun harus masuk di kelas sisa. Gak enak banget rasanya di kelas yang tidak kita sukai. Maklum saja para mahasiswa/i seringkali sebelum semester di mulai, akan memilih kelas karena ingin dosen yang baik, tidak pelit nilai, cara penjelasannya nyaman dan mudah dipahami, dan sekelas dengan teman-teman satu gank. Tidak heran jika kita mengenal nama "kelas ideal." Namun jarang juga kan ketemu kelas yang seperti itu bahkan seringkali kita harus berpisah dengan teman-teman se-gank dan mendapatkan dosen yang killer serta pelit nilai.
Belum lagi tugas yang menumpuk menjelang ujian tengah semester (UTS) atau akhir semester (UAS). Bisa-bisa kita bergadang semalaman bahkan bisa dua malam. Maklum saja untuk mengerjakan tugas biasanya prinsip Sistem Kebut Semalem (SKS) yang dipegang teguh. Belum lagi harus menyicil untuk belajar bahan-bahan ujian. Buku-buku yang super tebal dan isinya berbahasa Inggris menambah kemumetan di otak.
Bayangkan saja dalam satu semester kita umumnya mengambil tujuh atau delapan mata kuliah. Setiap mata kuliah ada tugas yang berbeda-beda, buku-buku yang super banyak, dan harus memahami karakter dosen yang berbeda-beda pula. Kalo dipikir-pikir berat juga pengorbanan untuk mendapatkan sebuah lembar kertas yang bertuliskan gelar sarjana.
Ehm... jika dilihat dari cerita di atas, rasanya dunia kampus tuh memusingkan. Ya, karena kita yang membuatnya pusing. Di otak kita cuma ada tugas dan ujian. Mengapa demikian? Kita tidak mencoba menyelami dunia kampus yang sebenarnya. Biasanya kita sering membandingkan dengan anak-anak SMU atau orang yang sudah bekerja.
Di SMU tugas terasa lebih ringan, jika ulangan merah kita bisa memperbaikinya di ulangan-ulangan selanjutnya karena kesempatan memperbaiki nilai sangat besar. Berbeda di kuliah yang lebih sedikit kesempatannnya untuk memperbaiki nilai apalagi presentase UTS da UAS sangat besar. Jika membandingkan dengan para pekerja, seringkali para mahasiwa/i berpendapat enak ya sudah bekerja tidak perlu pusing dengan tugas dan ujian. Lebih enaknya lagi bisa membeli barang-barang kesukaan karena sudah memiliki penghasilan sendiri.
Pikiran membandingkan tersebut seharusnya seminimal mungkin diredam karena kita hanya akan membuat seolah-olah begitu rumitnya dunia kampus. Padahal kalo kita mau menyelaminya dunia kampus lebih dalam kita akan menemukan banyak manfaat untuk masa depan kita.
Di kampus kita mendapatkan teman-teman baru. Teman-teman yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka kita harus berusaha menyelami karakter dari masing-masing teman, belajar untuk mengetahui mana teman yang baik dan tidak. Pemahaman akan karakter seseorang akan terbawa sampai kita di dunia kerja. Kita dapat mengetahui mana orang-orang yang cocok untuk menjadi rekan kerja atau partner bisnis.
Kemudian jika kita mendapatkan dosen yang killer dan pelit nilai, kita juga dapat belajar dari hal ini. Mungkin saja dosen tidak bermaksud killer dan pelit nilai melainkan ia menginginkan para mahasiswa/I belajar dengan keras dan tidak malas. Kita dituntut membuat tugas sebaik mungkin jika menginginkan nilai yang baik pula. Hal ini sangat beralasan karena di dunia kerja kita dituntut untuk bekerja secara professional. Tidak bisa kita bermanja-manja dengan pekerjaan maksudnya yang penting selesai dikerjakan.
Bagimana dengan kita mendapatkan kelas sisa dan berjumpa dengan teman-teman yang asing? Kita pun harus bisa mengambil manfaat positifnya. Mendapatkan kelas sisa berarti memberi kita pelajaran bahwa kita harus siap di situasi apa pun. Kita harus belajar menjadi manusia dewasa yang mandiri. Kita tidak boleh bergantung terhadap hal-hal yang memanjakan seperti bersama teman-teman se-gank, dosen yang baik dan tidak pelit nilai. Karena semua ini akan membuat kita semakin manja dan terlena untuk berada di suasana yang selalu nyaman.
Bermanfaat bukan dunia kampus dengan banyak tugas dan dosen killer serta pelit nilai. Asalkan kita bisa mengambil manfaat dari kemumetan-kemumetan yang ada di kuliah, pasti kita akan dapat menjalaninya dengan senang. Semua itu tentu saja untuk masa depan kita agar menjadi pemuda yang lebih berkualitas bagi diri sendiri, sesama, bangsa dan negara.
Sekian.