Pesawat Juga Bisa Ngetem
Jakarta - Istilah 'ngetem' bukan saja milik angkutan darat, seperti Metromini atau Angkot tetapi juga pesawat udara. Aneh tapi nyata dan saya telah berulang kali mengalaminya. Tidak percaya ? Mari kita bahas ngetemnya pesawat udara di darat dan di udara.
Pernahkah kita sebagai penumpang pesawat udara tersiksa karena pesawat harus menunggu lama saat akan tinggal landas atau take off (T/O) di landasan (taxi) ? Atau saat akan mendarat masih harus berputar-putar lama diudara (holding). Padahal landasan sudah tampak, tetapi pesawat yang kita tumpangi tidak juga kunjung mendarat? Pasti pernah. Namun tidak pernah tahu apa penyebabnya pesawat yang kita tumpangi 'ngetem' alias diam atau putar-putar karena memang kita tidak paham lika-liku dunia penerbangan yang rumit.
Lika-liku penerbangan yang rumit memang tidak harus dipahami oleh semua orang awam seperti kita kebanyakan, tetapi kita wajib tahu jika itu menyangkut masalah keselamatan. Kita harus mengetahui berbagai kelicikan pemain industri penerbangan, mulai dari ulah pengatur lalu lintas penerbangan (Air Traffic Control) di bandara, Pilot, maskapai penerbangan dan yang terakhir tentunya adalah regulator penerbangan. Bagaimana mereka bermain memanfaatkan ketidaktahuan konsumen penerbangan demi keuntungan pribadi maupun golongan, merupakan tindakan tercela.
Ngetem, baik di udara maupun di landasan pasti ada penyebabnya dan selalu merugikan konsumen. Penyebabnya bisa karena adanya pengaturan khusus melalui imbalan uang dan tiket gratis dari maskapai penerbangan kepada oknum Air Traffic Control (ATC), oknum pimpinan maskapai penerbangan dan juga oknum regulator penerbangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJU). Bagaimana mekanisme ngetem ini bisa merugikan konsumen tetapi patut diduga menguntungkan ATC atau maskapai penerbangan atau DJU ? Mari kita ulas secara singkat dalam tulisan saya kali ini.
Mekanisme Per-ngetem-an
Pertama-tama kita bahas ngetem pesawat udara di darat, terutama pada jam khusus atau golden time, yaitu di Bandara Soekarno-Hatta (Soeta) antara pukul 06.00 – 08.00 atau jam 17.00 – 19.00 (tiap bandara berbeda-beda). Patut diduga ngetem akibat adanya maskapai penerbangan yang berselingkuh dengan oknum Air Traffic Control (ATC) yang berada di tower.
Berikut sms yang masuk ke telepon selular saya ketika sebuah pesawat diminta untuk ngetem oleh ATC padahal sudah siap-siap akan T/O: “MDL 281 at Sub at 07.20 utc taxi at NP2 suddenly without expectations (no traffic ahead at NP2) instructed by ATC (tower) to stop n hold before N3 due to Lion Air (PK LFM) just landed (even the nose still on rwy heading) and told to taxy by ATC via N3 for No. 1 to parking stand (even they haven’t contact ground control yet !). It was very sudden, dangerous, breaking rules (for us, we saw green navigation light, means priority on us) and showed no airmanship at all !! These things always happens ! But seem no action”.
Ketika ditanyakan tentang komplain diatas ke pihak tower di bandara Juanda Surabaya (sub) diperoleh keterangan sebagai berikut : “Kejadian pada pukul 07.20 UTC. MDL 281 akan ke Jakarta di taxiway NP2 (dengan kecepatan tinggi) dan LNI 576 dari Jakarta ada di taxiway N2. Posisi dengan persimpangan Lion lebih dekat sehingga diputuskan Lion lewat terlebih dahulu dan Mandala di-hold. Mungkin Pilot Mandala tidak nyaman maka dia komplain via radio”.
Atas jawaban tersebut saya tanyakan kembali ke pengirim sms awal dan dijawab sebagai berikut : “Ok tetapi seharusnya ground movement dilakukan dengan ground frekuensi. Kejadian tersebut melalui tower frekuensi. Ini menandakan bahwa Lion Air just landed. It hasn’t even stopped yet from rolling landing and still on the runway. Ground control kan dilakukan untuk ground movement. Tower control untuk di runway dan dengan radius 3 mile sampai 3.000 feet dll. Jadi saat itu Lion Air setelah landing harus kontak ground frekuensi dulu baru jalan. Kalau belum kontak dia harus berhenti dulu. Saat itu Lion masih di tower frekuensi dan hebatnya oleh tower di over ride”.
Dari percakapan tersebut terlihat memang patut diduga terjadi pelanggaran aturan yang ada dan ini yang sangat membahayakan keselamatan penerbangan. Kalau SMS tersebut benar, maka Mandala akan rugi karena ada pemborosan avtur untuk ngetem lebih lama sementara Lion akan untung. Kalau benar ada perselingkuhan apa untungnya buat maskapai penerbangan yang berselingkuh dengan ATC? Banyak untungnya secara finansial. Mari coba kita hitung.
Jika lalu lintas di darat padat dan pesawat harus ngantre atau taxi untuk T/O maka semakin berada di posisi belakang maka semakin memerlukan bahan bakar (avtur) lebih banyak. Misalnya untuk T/O harus ngantre di urutan 5 selama 30 menit saat golden time, maka dibutuhkan avtur sekitar 300 kg untuk ngetem. Jika bisa menyerobot ke urutan 3 dengan masa tunggu jadi 20 menit, maka ada avtur yang bisa dihemat. Katakan avtur yang bisa dihemat sampai 100 kg per pesawat. Kalau setiap pesawat per hari bisa T/O sebanyak 4 kali dan selalu menyerobot kemudian maskapai tersebut mempunyai 20 pesawat, maka jumlah penghematan yang bisa diperoleh per hari adalah : 4 T/O x 20 pesawat x 100 kg x Rp. 6.000 (harga avtur) = Rp. 48.000.000 atau Rp. 576.000.000/bulan, maskapai penerbangan tersebut dapat berhemat.
Hitungan di atas adalah untuk pengeteman di darat. Sekarang kita bahas pengeteman di udara. Bagaimana caranya? Misalnya pesawat sudah mendekati landasan tetapi masih harus antre karena lalu lintas padat. Artinya pesawat harus berputar-putar (holding) dulu sampai giliran untuk mendarat. Bagi pesawat yang telah melakukan selingkuh, maka dengan serta merta dia dapat menyerobot minta mendarat meskipun belum gilirannya dan dibiarkan oleh ATC. Alasan yang digunakan biasanya bahan bakar menipis.
Berapa banyak avtur yang bisa dihemat dengan menyerobot tadi? Mari kita hitung. Dengan menyerobot maka akan ada waktu dan avtur yang dapat dihemat. Misalnya ada penghematan waktu 5 menit. Setiap menit dibutuhkan avtur sebanyak kira-kira 50 kg. Maka penghematan yang diperoleh adalah : 5 x 50 kg avtur x Rp 6.000 = Rp 1.500.000/ penerbangan dengan penyerobotan. Bayangkan kalau sehari ada 5 penerbangan per pesawat per rute, berapa keuntungan yang didapat oleh maskapai yang selingkuh per bulan? Pasti ratusan juta bahkan miliar rupiah. Dan pantaskah kita korbankan nyawa kita ke maskapai yang demikian? Silakan direnungkan sendiri. Kelakuan seperti ini sangat membahayakan penumpang pesawat yang selingkuh maupun yang tidak.
Maskapai peselingkuh tidak peduli dengan keselamatan konsumennya. Yang penting untung. Maklum mereka mengelola perusahaan penerbangan seperti layaknya mengelola warung nasi pecel. Semua harus dihemat demi keuntungan yang lebih besar. Tidak peduli apakah itu melanggar ketentuan International Civil Aviation Organization (ICAO) tentang keselamatan penerbangan atau tidak.
Tindakan Regulator (DJU)
Sebagai regulator, DJU harus melakukan tindakan tegas terhadap maskapai yang patut diduga melakukan perselingkuhan demi keuntungan sepihak dan mengorbankan keselamatan penerbangan dan konsumen. Segera umumkan maskapai yang berselingkuh ke publik. Jangan menungu sampai ada jatuh korban lagi. Juga jangan menunggu sampai semua maskapai penerbangan berselingkuh karena tidak ada tindakan nyata dari regulator terhadap maskapai penerbangan yang saat ini patut diduga berselingkuh. Segala macam pengaduan dari pilot dan konsumen korban perselingkuhan harus ditindaklanjuti dengan serius karena ini masalah serius.
Tolong jangan samakan angkutan udara dengan angkutan darat yang suka ngetem. Semoga bisa segera ditindak lanjuti oleh DJU dan konsumen penerbangan terlindungi.
sumber=http://www.detiknews.com/read/2009/03/31/104250/1107586/103/pesawat-juga-bisa-ngetem
Jakarta - Istilah 'ngetem' bukan saja milik angkutan darat, seperti Metromini atau Angkot tetapi juga pesawat udara. Aneh tapi nyata dan saya telah berulang kali mengalaminya. Tidak percaya ? Mari kita bahas ngetemnya pesawat udara di darat dan di udara.
Pernahkah kita sebagai penumpang pesawat udara tersiksa karena pesawat harus menunggu lama saat akan tinggal landas atau take off (T/O) di landasan (taxi) ? Atau saat akan mendarat masih harus berputar-putar lama diudara (holding). Padahal landasan sudah tampak, tetapi pesawat yang kita tumpangi tidak juga kunjung mendarat? Pasti pernah. Namun tidak pernah tahu apa penyebabnya pesawat yang kita tumpangi 'ngetem' alias diam atau putar-putar karena memang kita tidak paham lika-liku dunia penerbangan yang rumit.
Lika-liku penerbangan yang rumit memang tidak harus dipahami oleh semua orang awam seperti kita kebanyakan, tetapi kita wajib tahu jika itu menyangkut masalah keselamatan. Kita harus mengetahui berbagai kelicikan pemain industri penerbangan, mulai dari ulah pengatur lalu lintas penerbangan (Air Traffic Control) di bandara, Pilot, maskapai penerbangan dan yang terakhir tentunya adalah regulator penerbangan. Bagaimana mereka bermain memanfaatkan ketidaktahuan konsumen penerbangan demi keuntungan pribadi maupun golongan, merupakan tindakan tercela.
Ngetem, baik di udara maupun di landasan pasti ada penyebabnya dan selalu merugikan konsumen. Penyebabnya bisa karena adanya pengaturan khusus melalui imbalan uang dan tiket gratis dari maskapai penerbangan kepada oknum Air Traffic Control (ATC), oknum pimpinan maskapai penerbangan dan juga oknum regulator penerbangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJU). Bagaimana mekanisme ngetem ini bisa merugikan konsumen tetapi patut diduga menguntungkan ATC atau maskapai penerbangan atau DJU ? Mari kita ulas secara singkat dalam tulisan saya kali ini.
Mekanisme Per-ngetem-an
Pertama-tama kita bahas ngetem pesawat udara di darat, terutama pada jam khusus atau golden time, yaitu di Bandara Soekarno-Hatta (Soeta) antara pukul 06.00 – 08.00 atau jam 17.00 – 19.00 (tiap bandara berbeda-beda). Patut diduga ngetem akibat adanya maskapai penerbangan yang berselingkuh dengan oknum Air Traffic Control (ATC) yang berada di tower.
Berikut sms yang masuk ke telepon selular saya ketika sebuah pesawat diminta untuk ngetem oleh ATC padahal sudah siap-siap akan T/O: “MDL 281 at Sub at 07.20 utc taxi at NP2 suddenly without expectations (no traffic ahead at NP2) instructed by ATC (tower) to stop n hold before N3 due to Lion Air (PK LFM) just landed (even the nose still on rwy heading) and told to taxy by ATC via N3 for No. 1 to parking stand (even they haven’t contact ground control yet !). It was very sudden, dangerous, breaking rules (for us, we saw green navigation light, means priority on us) and showed no airmanship at all !! These things always happens ! But seem no action”.
Ketika ditanyakan tentang komplain diatas ke pihak tower di bandara Juanda Surabaya (sub) diperoleh keterangan sebagai berikut : “Kejadian pada pukul 07.20 UTC. MDL 281 akan ke Jakarta di taxiway NP2 (dengan kecepatan tinggi) dan LNI 576 dari Jakarta ada di taxiway N2. Posisi dengan persimpangan Lion lebih dekat sehingga diputuskan Lion lewat terlebih dahulu dan Mandala di-hold. Mungkin Pilot Mandala tidak nyaman maka dia komplain via radio”.
Atas jawaban tersebut saya tanyakan kembali ke pengirim sms awal dan dijawab sebagai berikut : “Ok tetapi seharusnya ground movement dilakukan dengan ground frekuensi. Kejadian tersebut melalui tower frekuensi. Ini menandakan bahwa Lion Air just landed. It hasn’t even stopped yet from rolling landing and still on the runway. Ground control kan dilakukan untuk ground movement. Tower control untuk di runway dan dengan radius 3 mile sampai 3.000 feet dll. Jadi saat itu Lion Air setelah landing harus kontak ground frekuensi dulu baru jalan. Kalau belum kontak dia harus berhenti dulu. Saat itu Lion masih di tower frekuensi dan hebatnya oleh tower di over ride”.
Dari percakapan tersebut terlihat memang patut diduga terjadi pelanggaran aturan yang ada dan ini yang sangat membahayakan keselamatan penerbangan. Kalau SMS tersebut benar, maka Mandala akan rugi karena ada pemborosan avtur untuk ngetem lebih lama sementara Lion akan untung. Kalau benar ada perselingkuhan apa untungnya buat maskapai penerbangan yang berselingkuh dengan ATC? Banyak untungnya secara finansial. Mari coba kita hitung.
Jika lalu lintas di darat padat dan pesawat harus ngantre atau taxi untuk T/O maka semakin berada di posisi belakang maka semakin memerlukan bahan bakar (avtur) lebih banyak. Misalnya untuk T/O harus ngantre di urutan 5 selama 30 menit saat golden time, maka dibutuhkan avtur sekitar 300 kg untuk ngetem. Jika bisa menyerobot ke urutan 3 dengan masa tunggu jadi 20 menit, maka ada avtur yang bisa dihemat. Katakan avtur yang bisa dihemat sampai 100 kg per pesawat. Kalau setiap pesawat per hari bisa T/O sebanyak 4 kali dan selalu menyerobot kemudian maskapai tersebut mempunyai 20 pesawat, maka jumlah penghematan yang bisa diperoleh per hari adalah : 4 T/O x 20 pesawat x 100 kg x Rp. 6.000 (harga avtur) = Rp. 48.000.000 atau Rp. 576.000.000/bulan, maskapai penerbangan tersebut dapat berhemat.
Hitungan di atas adalah untuk pengeteman di darat. Sekarang kita bahas pengeteman di udara. Bagaimana caranya? Misalnya pesawat sudah mendekati landasan tetapi masih harus antre karena lalu lintas padat. Artinya pesawat harus berputar-putar (holding) dulu sampai giliran untuk mendarat. Bagi pesawat yang telah melakukan selingkuh, maka dengan serta merta dia dapat menyerobot minta mendarat meskipun belum gilirannya dan dibiarkan oleh ATC. Alasan yang digunakan biasanya bahan bakar menipis.
Berapa banyak avtur yang bisa dihemat dengan menyerobot tadi? Mari kita hitung. Dengan menyerobot maka akan ada waktu dan avtur yang dapat dihemat. Misalnya ada penghematan waktu 5 menit. Setiap menit dibutuhkan avtur sebanyak kira-kira 50 kg. Maka penghematan yang diperoleh adalah : 5 x 50 kg avtur x Rp 6.000 = Rp 1.500.000/ penerbangan dengan penyerobotan. Bayangkan kalau sehari ada 5 penerbangan per pesawat per rute, berapa keuntungan yang didapat oleh maskapai yang selingkuh per bulan? Pasti ratusan juta bahkan miliar rupiah. Dan pantaskah kita korbankan nyawa kita ke maskapai yang demikian? Silakan direnungkan sendiri. Kelakuan seperti ini sangat membahayakan penumpang pesawat yang selingkuh maupun yang tidak.
Maskapai peselingkuh tidak peduli dengan keselamatan konsumennya. Yang penting untung. Maklum mereka mengelola perusahaan penerbangan seperti layaknya mengelola warung nasi pecel. Semua harus dihemat demi keuntungan yang lebih besar. Tidak peduli apakah itu melanggar ketentuan International Civil Aviation Organization (ICAO) tentang keselamatan penerbangan atau tidak.
Tindakan Regulator (DJU)
Sebagai regulator, DJU harus melakukan tindakan tegas terhadap maskapai yang patut diduga melakukan perselingkuhan demi keuntungan sepihak dan mengorbankan keselamatan penerbangan dan konsumen. Segera umumkan maskapai yang berselingkuh ke publik. Jangan menungu sampai ada jatuh korban lagi. Juga jangan menunggu sampai semua maskapai penerbangan berselingkuh karena tidak ada tindakan nyata dari regulator terhadap maskapai penerbangan yang saat ini patut diduga berselingkuh. Segala macam pengaduan dari pilot dan konsumen korban perselingkuhan harus ditindaklanjuti dengan serius karena ini masalah serius.
Tolong jangan samakan angkutan udara dengan angkutan darat yang suka ngetem. Semoga bisa segera ditindak lanjuti oleh DJU dan konsumen penerbangan terlindungi.
sumber=http://www.detiknews.com/read/2009/03/31/104250/1107586/103/pesawat-juga-bisa-ngetem