Kayaknya gue pernah ngalamin kejadian kayak gini deh! Tapi di mana? Errr.. Gue yakin banget kalo gue bener-bener ngeliat langsung kejadian ini! Tapi kapan??
Pernah nggak sih kita mengalami moment kayak gitu? Kita merasa pernah melihat atau terlibat dalam sebuah kejadian yang sebenarnya belum pernah terjadi! Nah lho… Jadi bingung kan? Nggak perlu pusing, karena itu tandanya kita sedang mengalami fenomena Déjà vu.
Menurut para pakar, setidaknya 70% penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Déjà vu berasal dari frasa Perancis yang artinya “pernah liat”. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani, para berarti “sejajar” sedangkan mnimi adalah “ingatan”.
Déjà vu merupakan fenomena psikologis yang menggambarkan tentang perasaan pernah mengalami suatu peristiwa. Maksudnya, ada peristiwa di masa lalu yang dirasa sama seperti peristiwa yang sedang dialami saat ini. Peristiwa ini biasa terjadi saat kita mengunjungi sebuah tempat baru, terlibat dalam sebuah percakapan, atau ketika menonton acara TV.
Fenomena Déjà vu hampir sama dengan fenomena lain seperti Precognitive, di mana seseorang mendapat perasaan bahwa mereka tahu persis apa yang akan terjadi berikutnya… dan itu benar terjadi! Bisa dikatakan, Precognitive lebih ke arah ‘melihat masa depan’. Selain itu masih ada fenomena Clarivoyance, di mana seseorang mengenali beberapa peristiwa sebagai reaksi bersama dari jarak jauh. Semua mirip-mirip, sehingga peneliti masih agak bingung menjelaskan fenomena Déjà vu.
Mempelajari Déjà vu
Déjà vu sangat susah untuk dipelajari karena dimulai secara sangat tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sebelumnya. Déjà vu juga hanya terjadi pada beberapa orang tanpa ada saksi satu pun, apalagi bukti fisik yang dapat meyakinkan. Oleh karena itu, penelitian hanya dapat dilakukan dengan mendengar cerita seseorang yang mengalami Déjà vu, melihat reaksinya, atau mengalami fenomena itu secara langsung.
Keanehan Déjà vu melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satu teorinya mengatakan bahwa Déjà vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi di masa lampau. Nah lho… kok jadi reinkarnasi??? Selama dua abad, manusia mencoba untuk mencari pembuktian
tentang kejadian Déjà vu, dari mulai filsuf, psikolog, sampai paranormal. Akhirnya, lahirlah beberapa teori…
Theory of Optical Pathway Delay
Beberapa ilmuwan beranggapan bahwa Déjà vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak, kemudian dipersepsikan terlebih dahulu dari sebelah mata yang lain. Perbedaan yang hanya sepersekian detik itu menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat.
Namun, teori ini dipatahkan pada Desember 2006. Sebuah kontradiksi terjadi di mana seseorang yang buta pun bisa mengalami Déjà vu. Pria tersebut mengalami fenomena ini saat sedang melepaskan ristleting jaketnya, lalu mendengar beberapa bagian lagu dan percakapan orang, sambil memegang piring di kantin sekolahnya.
Ini membuktikan bahwa fenomena Déjà vu tidak hanya terjadi melalui indra penglihatan saja, melainkan melalui indra-indra lainnya seperti penciuman, pendengaran, dan perasa.
Pemikiran di atas merupakan alasan yang masuk akal untuk menjelaskan fenomena ini. Sebagai contoh, saat kita berjalan memasuki sebuah rumah untuk pertama kali dan berbicara kepada pemilik rumahnya, tiba-tiba kita mengalami Déjà vu…kok, kayak udah pernah ngalamin…?
Penjelasannya, sebelum kita ‘sadar’ sedang melihat suatu ruang (rumah tersebut), sesungguhnya otak kita telah memproses secara visual bersama dengan bau dan suara yang ada. Jadi ketika secara sadar melihatnya, kita mendapat sebuah perasaan yang pernah kita alami sebelumnya.
The Cell Phone Theory
Dr. Alan Brown mengajukan apa yang dia sebut teori telepon genggam (pemecah konsentrasi). Teori ini menunjukkan ketika kita terganggu dengan sesuatu, kita secara subliminal terbawa ke dalam diri kita sehingga memungkinkan tidak ingat secara sadar. Lalu ketika kita dapat fokus dengan apa yang kita lakukan, apa yang berada di sekitar kita, nampak telah kita kenali.
Dr. Alan Brown bersama rekannya Elizabeth Marsh melakukan beberapa pengujian kepada sejumlah murid di beberapa SMA dan Universitas Duke. Mereka menunjukkan foto dari beberapa tempat untuk menanyakan tentang lokasi yang akrab bagi sejumlah murid tersebut.
Foto ditunjukkan pada layar dengan kecepatan sekitar 10-20 milisekon - cukup lama bagi otak untuk mengingat foto tersebut, tetapi tidak cukup bagi murid untuk menyadari foto apa yang sedang mereka lihat. Oleh karena itu ketika murid-murid tersebut mengunjungi tempat yang ada dalam foto tersebut, mereka merasa telah mengenal atau akrab dengan tempat itu.
Siapa Saja yang Mengalami Déjà vu?
Para peneliti setuju bahwa pengalaman Déjà vu berkurang seiring bertambahnya umur. Jumlah tertinggi berada di antara orang-orang berumur 15-25 tahun. Déjà vu juga terjadi di antara mereka yang memiliki pendidikan dan penghasilan lebih tinggi, serta yang sering berpergian. Selain itu, aktif berimajinasi dan memiliki kemampuan tinggi dalam mengingat mimpi dapat membuat kita semakin sering mengalami Déjà vu. Laporan lain mengemukakan bahwa semakin berpikiran terbuka atau berpolitik liberal, maka bisa semakin banyak mengalami Déjà vu.
Beberapa peneliti juga melaporkan, ketika tubuh terasa lelah atau stress, maka akan mudah mengalami Déjà vu. Namun begitu juga sebaliknya, ketika tubuh terasa bugar dan rileks pun kita tetap dapat mengalaminya. Sekarang kita udah tau kan, kenapa kita bisa merasakan hal seperti itu… Nggak perlu menganggap diri kita aneh atau otak kita yang nggak beres, okay? Déjà vu justru menjadi pengalaman yang asyik banget, walau hanya terjadi beberapa detik saja.
Sumber: Indomedia