Sudah kesekian kalinya, Roni, 38 tahun (bukan nama sebenarnya), pekerja pabrik tekstil, merasakan pusing tiada tara. Malah saat bertugas di lapangan, ia kerap muntah tanpa alasan yang jelas. Manakala mengangkat alat berat, kakinya kerap berasa kesemutan. Belakangan, Roni sering mendadak pingsan bila rasa lelah menghantuinya. Ia sudah mencoba minum obat pening generik, namun sewaktu-waktu sakit kepalanya itu kembali kambuh.
Rentetan gejala di atas, menurut ahli bedah saraf Rumah Sakit Mayapada, Tangerang, dr Syafrizal Abubakar, Sp.BS, walau tidak mutlak, adalah bagian karakteristik tumor otak. Sewaktu-waktu, tumor yang dibatasi batok kepala ini berpotensi menekan jaringan otak. "Tekanan di otak ini yang berakibat sakit kepala," ujarnya seusai seminar bertajuk "Manajemen Terkini Tumor Otak" di Gedung Padang Golf Kota Modern, Tangerang, pekan silam.
Sebetulnya, gelagat nyeri kepala juga beragam, dari ringan dan berkala, hingga berat dan berdenyut. Peningkatan tekanan dalam otak bisa memicu muntah proyektil --yang tanpa sebab-- hingga penurunan kesadaran. Tumor otak teruk memang bisa dikenali secara dini, meski tergantung lokasi tumor dan akselerasi pertumbuhannya. Namun yang jelas, menurut Syafrizal, sekitar 30 hingga 40 persen tumor otak diawali dari rasa nyeri di kepala.
Pengenalan lebih lanjut, kata dr Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, Kepala Bagian Bedah Saraf, RS Mayapada, bisa dilihat dari gangguan fungsi saraf yang semakin berat. Saat tumor itu mengenai area motorik, maka bakal tercipta, dari gangguan pergerakan, penglihatan hingga pendengaran. "Salah satu itu bisa dicurigai sebagai tumor otak," ujarnya ketika dihubungi Tempo melalui telepon, Rabu malam lalu.
Dalam jagat medis sering dikenal nama trias gejala awal tumor otak, yaitu nyeri kepala, muntah, dan edema papil pada pemeriksaan fundus. Namun, banyak ahli saraf yang tidak mengapresiasi, karena beralibi gejala klinis tumor otak tidaklah secercah itu. Tetapi, pemeriksaan bagian dalam belakang bola mata dengan alat opthalmoskop --pemeriksaan fundus, sebetulnya bisa sedikit merepresentasikan gejala tumor otak.
Dijelaskan Syafrizal, papil adalah suatu bagian dalam belakang mata tempat lewatnya saraf mata menuju otak. Dari situ, bisa dilihat adanya peningkatan tekanan pada intrac kranial --bagian dalam tulang kepala. Tetapi untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti computed tomography (CT) scan maupun magnetic resonance imaging (MRI). Dengan cara ini, gambaran abnormal yang mendesak area otak dan sekitarnya bisa dilihat.
Angka pasti kasus maupun insidensi tumor otak di Indonesia memang tidak ada. Namun, Roslan membenarkan bahwa prevalensinya lumayan tinggi. Di Tangerang saja, tiap tahunnya, ada 250 orang yang mengidap tumor otak dan 30 di antaranya dilakukan tindakan operasi. "Bahkan Rumah Sakit Soetomo, Surabaya, menangani 8 pasien setiap harinya," ujarnya.
Angka itu merupakan yang terdeteksi, belum ditambah populasi penderita yang tidak terjamah. Pada faktanya, secara ekonomi, pemeriksaan dini seperti MRI, pasien mesti merogoh kocek dalam-dalam. Perlu dana hingga Rp 900 ribu untuk tindakan medis jenis itu. Untuk dana sebesar itu, masyarakat Indonesia masih kelimpungan untuk mengucurkannya. Namun, menurut Roslan, jumlah itu merupakan ongkos paling ekonomis ketimbang rumah sakit yang lain. Bila harus menjalani operasi tumor otak, perlu biaya sekitar Rp 60-70 juta. Itu jika dilakukan di dalam negeri. Manakala dijalani di Jepang, perlu dana hingga 2 juta yen, sedangkan di Singapura, tarif dipatok sekitar 13 ribu dolar Singapura.
Dalam operasi itu, Syafrizal menjelaskan, dokter tidak harus mengangkat tempurung kepala si penderita. "Tergantung kasusnya," ujarnya. Pun, kalau pun diangkat ada bahan sintetis pengganti sebagai pelindung. Meski demikian, kompleksnya penyakit ini bukan berarti diagnosis tumor otak selalu vonis mati bagi penderitanya. "Pasien saya, ibu rumah tangga, usia 38 tahun, yang sebelumnya lumpuh dan penglihatannya kabur, bisa pulih kembali," ungkapnya.
Yang jelas, dengan gaya hidup zaman kuda gigit CD sekarang, tumor otak dapat menyerang siapa saja. Radikal bebas, radiasi pabrik kimia, makanan cepat saji, dan lingkungan yang tidak sehat, menambah faktor risiko penyakit ini. Namun, kecuali faktor gen, pada banyak kasus, tumor otak betah bersarang pada usia produktif atau dewasa. "Kalau anak usia 1-2 tahun mengidap tumor otak, itu terkait gen," kata dokter berkacamata itu.
Gelagat nan Mencurigakan
1. Gangguan fungsi pergerakan, contoh, tangan kiri tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi penglihatan, contoh, jarak pandang semakin kabur.
3. Gangguan fungsi pendengaran, misal, mendadak tuli.
4. Gangguan fungsi bicara, seperti bicara menjadi gagap.
5. Sakit kepala yang makin hari makin sakit.
6. Kejang dan muntah-muntah.
7. Kerap pingsan dan sering kesemutan.
sumber : TEMPO
Rentetan gejala di atas, menurut ahli bedah saraf Rumah Sakit Mayapada, Tangerang, dr Syafrizal Abubakar, Sp.BS, walau tidak mutlak, adalah bagian karakteristik tumor otak. Sewaktu-waktu, tumor yang dibatasi batok kepala ini berpotensi menekan jaringan otak. "Tekanan di otak ini yang berakibat sakit kepala," ujarnya seusai seminar bertajuk "Manajemen Terkini Tumor Otak" di Gedung Padang Golf Kota Modern, Tangerang, pekan silam.
Sebetulnya, gelagat nyeri kepala juga beragam, dari ringan dan berkala, hingga berat dan berdenyut. Peningkatan tekanan dalam otak bisa memicu muntah proyektil --yang tanpa sebab-- hingga penurunan kesadaran. Tumor otak teruk memang bisa dikenali secara dini, meski tergantung lokasi tumor dan akselerasi pertumbuhannya. Namun yang jelas, menurut Syafrizal, sekitar 30 hingga 40 persen tumor otak diawali dari rasa nyeri di kepala.
Pengenalan lebih lanjut, kata dr Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, Kepala Bagian Bedah Saraf, RS Mayapada, bisa dilihat dari gangguan fungsi saraf yang semakin berat. Saat tumor itu mengenai area motorik, maka bakal tercipta, dari gangguan pergerakan, penglihatan hingga pendengaran. "Salah satu itu bisa dicurigai sebagai tumor otak," ujarnya ketika dihubungi Tempo melalui telepon, Rabu malam lalu.
Dalam jagat medis sering dikenal nama trias gejala awal tumor otak, yaitu nyeri kepala, muntah, dan edema papil pada pemeriksaan fundus. Namun, banyak ahli saraf yang tidak mengapresiasi, karena beralibi gejala klinis tumor otak tidaklah secercah itu. Tetapi, pemeriksaan bagian dalam belakang bola mata dengan alat opthalmoskop --pemeriksaan fundus, sebetulnya bisa sedikit merepresentasikan gejala tumor otak.
Dijelaskan Syafrizal, papil adalah suatu bagian dalam belakang mata tempat lewatnya saraf mata menuju otak. Dari situ, bisa dilihat adanya peningkatan tekanan pada intrac kranial --bagian dalam tulang kepala. Tetapi untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti computed tomography (CT) scan maupun magnetic resonance imaging (MRI). Dengan cara ini, gambaran abnormal yang mendesak area otak dan sekitarnya bisa dilihat.
Angka pasti kasus maupun insidensi tumor otak di Indonesia memang tidak ada. Namun, Roslan membenarkan bahwa prevalensinya lumayan tinggi. Di Tangerang saja, tiap tahunnya, ada 250 orang yang mengidap tumor otak dan 30 di antaranya dilakukan tindakan operasi. "Bahkan Rumah Sakit Soetomo, Surabaya, menangani 8 pasien setiap harinya," ujarnya.
Angka itu merupakan yang terdeteksi, belum ditambah populasi penderita yang tidak terjamah. Pada faktanya, secara ekonomi, pemeriksaan dini seperti MRI, pasien mesti merogoh kocek dalam-dalam. Perlu dana hingga Rp 900 ribu untuk tindakan medis jenis itu. Untuk dana sebesar itu, masyarakat Indonesia masih kelimpungan untuk mengucurkannya. Namun, menurut Roslan, jumlah itu merupakan ongkos paling ekonomis ketimbang rumah sakit yang lain. Bila harus menjalani operasi tumor otak, perlu biaya sekitar Rp 60-70 juta. Itu jika dilakukan di dalam negeri. Manakala dijalani di Jepang, perlu dana hingga 2 juta yen, sedangkan di Singapura, tarif dipatok sekitar 13 ribu dolar Singapura.
Dalam operasi itu, Syafrizal menjelaskan, dokter tidak harus mengangkat tempurung kepala si penderita. "Tergantung kasusnya," ujarnya. Pun, kalau pun diangkat ada bahan sintetis pengganti sebagai pelindung. Meski demikian, kompleksnya penyakit ini bukan berarti diagnosis tumor otak selalu vonis mati bagi penderitanya. "Pasien saya, ibu rumah tangga, usia 38 tahun, yang sebelumnya lumpuh dan penglihatannya kabur, bisa pulih kembali," ungkapnya.
Yang jelas, dengan gaya hidup zaman kuda gigit CD sekarang, tumor otak dapat menyerang siapa saja. Radikal bebas, radiasi pabrik kimia, makanan cepat saji, dan lingkungan yang tidak sehat, menambah faktor risiko penyakit ini. Namun, kecuali faktor gen, pada banyak kasus, tumor otak betah bersarang pada usia produktif atau dewasa. "Kalau anak usia 1-2 tahun mengidap tumor otak, itu terkait gen," kata dokter berkacamata itu.
Gelagat nan Mencurigakan
1. Gangguan fungsi pergerakan, contoh, tangan kiri tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi penglihatan, contoh, jarak pandang semakin kabur.
3. Gangguan fungsi pendengaran, misal, mendadak tuli.
4. Gangguan fungsi bicara, seperti bicara menjadi gagap.
5. Sakit kepala yang makin hari makin sakit.
6. Kejang dan muntah-muntah.
7. Kerap pingsan dan sering kesemutan.
sumber : TEMPO